Rabu, 06 Desember 2017

ATRIBUSI SOSIAL

Pengertian Atribusi Sosial
Atribusi sosial adalah suatu proses dimana seseorang mengidentifikasi penyebab dari tingkah laku orang lain, dan kemudian memperoleh pengetahuan mengenai trait-trait yang stabil mau pun faktor disposisi sebagai penyebab munculnya tingkah laku tersebut. Atribusi kausal adalah proses yang menjelaskan terjadinya suatu kejadian atau proses menarik kesimpulan mengenai penyebab-penyebab dari suatu peristiwa.

Teori – Teori Atribusi
Beberapa teori yang berkaitan dengan atribusi.
1.    Corespondance Inference (Penyimpulan Terkait)
Menurut teori yang berfokus pada target ini, perilaku orang lain merupakan sumber informasi yang kaya. Jadi kalau kita mengamati perilaku orang lain dengan cermat, maka kita dapat mengambil berbagai kesimpulan.
2.    Concious Attentional Resources (Teori Sumber Perhatian dalam Kesadaran)
Teori ini menekankan pada proses yang terjadi dalam kognisi orang yang melakukan persepsi (pengamat). Gilbert, dkk. (1988) mengemukakan bahwa atribusi harus melewati kognisi. Dalam proses kognisi ada tiga tahap :
a.    Kategorisasi
b.    Karakterisasi
c.    Koreksi

3.    Teori Atribusi Internal dan Eksternal dari Kelley
Ada tiga hal yang harus diperhatikan untuk menetapkan apakah suatu perilaku beratribusi internal atau eksternal, yaitu : .
a.    Konsensus, Apakah suatu perilaku cenderung dilakukan oleh semua orang pada pada situasi yang sama.Makin banyak yang melakukan makin tinggi konsensus dan semakin sedikit yang melakukanya,makin rendah konsensus
b.    Konsistensi, Apakah pelaku bersangkutan cenderung melakukan perilaku yang sama dalam situasi yang sama.Konsisten tinggi,kalau pelaku melakukan perilaku yang sama.Konsisten rendah kalau pelaku tidak melakukan perilaku yang sama dalam situasi yang sama tersebut.
c.    Distingsi atau kekhususan, Apakah pelaku bersangkutan cenderung melakukan perilaku yang sama di masa lalu dalam situasi yang berbeda – beda.Distingsi tinggi kalau “ya”,distingsi rendah,kalau “tidak”


Dari ketiga informasi diatas, dapat ditentukan atribusi pada seseorang. Menurut Kelley ada 3 atribusi, yaitu:
1.    Atribusi Internal, dikatakan perilaku seseorang merupakan gambaran darikarakternya bila distinctivenessnya rendah, konsensusnya rendah, dan konsistensinya tinggi.
2.    Atribusi Eksternal, dikatakan demikian apabila ditandai dengan distinctiveness yang tinggi, consensus tinggi, dan konsistensinya juga tinggi.
3.    Atribusi Internal-Eksternal, hal ini ditandai dengan distinctiveness yang tinggi, consensus rendah, dan konsistensi tinggi.

Kesalahan Atribusi
-       Fundamental Error : kencenderungan untuk mengindikasikan faktor internal sebagai penyebab perilaku.
-       Efek pelaku–pengamat (actor-observer effect) : kencenderungan untuk mengatribusikan perilaku kita sendiri sebagai situasional dan mengatribusikan perilaku orang lain pada faktor internal.
-       Self serving bias : kecenderungan untuk mengatribusikan hasil perilaku kita yang positif (misalnya keberhasilan studi) pada faktor internal (misalnya karena saya pandai dan gigih) tetapi mengatribusikan hasil – hasil negatif kita pada faktor eksternal (misalnya mata kuliah berat dan dosennya sukar di pahami).

Bias dalam Atribusi
Seringkali proses atribusi menjadi bias karena faktor pengamat sebagai ilmuwan naïf menggunakan konsep dirinya ke dalam proses tersebut dan juga karena faktor-faktor yang berhubungan dengan orientasi pengamatan. Beberapa bias yang dikenal dalam atribusi adalah :
1.    Bias Fundamental Attribution, dalam memberikan atribusi pada pelaku, pengamat sering terlalu banyak menekankan factor disposisi daripada factor situasi. Penekanan yang tidak seimbang dari dua sisi akan menyebabkan bias dalam kesimpulan. Di sisi lain focus pengamatan memang lebih banyak pada perilaku, tetapi bukan berarti factor situasional kurang berperan. Bias atribusi fundamental ini pertama kali dikemukakan oleh Lee Ross
2.    Bias Self-Serving Ada kecenderungan umum pada setiap orang untuk menghindari celaan karena kesalahannya. Sayangnya cara yang dipilih untuk menghindari keadaan itu sering tidak tepat, yaitu dengan menimpakan pada situasi di luar dirinya. Seorang yang gagal menjadi juara sering menimpakan kesalahan pada panitia atau arena. Sedangkan bila mendapat keberhasilan dia lebih menekankan bahwa hal itu adalah karena kemampuannya.
3.    Efek Pelaku – Pengamat Bias ini terutama muncul pada hubungan antara perilaku dan pengamat yang sudah terjalin baik. Pertama kali, teori ini dikemukakan oleh Jones dan Nisbet. Pelaku akan menekankan pada faktor situasional. Sedangkan menurut pengamat, perubahan perilaku lebih banyak dipengaruhi faktor disposisi. Contohnya adalah hubungan antara seorang guru dengan siswa. Ketika suatu saat guru memberi nilai jelek pada hasil karangan murid, kedua orang ini memiliki sudut pandang yang berbeda dalam menilai kegagalan. Bagi murid kegagalan tersebut disebabkan oleh kesibukannya, gangguan dari teman, ruang yang panas, atau yang lain. Sedangkan guru cenderung menimpakan keadaan ini kepada kondisi murid itu sendiri, misalnya kurang membaca bahan, kurang teliti, kurang ada kemauan dan sebagainya.
4.    Menyalahkan diri sendiri, Tidak jarang pula ditemui seorang yang terlalu menyalahkan diri sendiri, terutama bila mengalami kegagalan. Orang yang sering menyalahkan diri sendiri, akan sulit untuk secara objektif memberi penilaian, sehingga dalam proses atribusi juga sering menyebabkan kebiasaan.
5.    Hedonic Relevance, Pengamat sering kurang objektif dalam memberikan penilaian terhadap peristiwa yang menyangkut dirinya. Apabila peristiwa itu menguntungkannya, maka akan menyebabkan penilaian lebih positif. Sebaliknya bila peristwa tersebut kurang menguntungkan dirinya, penilaian menjadi condong negatif.
6.    Bias Egosentris, Sering dijumpai pula bahwa orang menilai dengan menggunakan dirinya sebagai referensi, atau beranggapan bahwa orang pada umumnya akan berbuat seperti dirinya. Apabila standar diri ini diterapkan dalam memberi atribusi, maka bias sulit untuk dihindarkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar