“Remaja”,
kata itu megandung aneka kesan. Ada orang berkata bahwa remaja merupakan
kelompok yang biasa saja, tiada beda dengan kelompok manusia yang lain.
Sementara pihak lain mengangap bahwa remaja adalah kelompok yang sering
menyusahkan para orang tua. Pada pihak lainnya lagi, menganggap bahwa remaja
adalah pontensi yang perlu di manfaatkan untuk keberlangsungan hidup yag lebih
baik di masa depan. Tetapi ketika remaja itu sendiri diminta kesannya, maka
mereka akan menyatakan yang lain. Mungkin mereka berbicara tentang ketakacuhan,
atau ketidak pedulian orang orang dewasa terhadap kelompok mereka. Atau mungkin
ada pula ada remaja yang berpendapat bahwa kelompoknya adalah kelompok kecil
yang mempunyai warna tersendiri, yang memiliki dunia tersendiri yang tidak akan
bisa dipahami oleh para orang tua (orang dewasa).
Kenakalan
remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang.
Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena terdapat
penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan
norma social yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat dianggap sebagai sumber
masalah karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial. Penggunaan konsep
perilaku menyimpang secara tidak langsung mengandung makna bahwa ada jalur yang
harus ditempuh oleh setiap individu agar individu itu tetap berada di dalam
jalur itu. Perilaku yang tidak melalui jalur tersebut berarti telah
menyimpang. Ada banyak perilaku menyimpang yang di lakukan oleh
para remaja, seperti tawuran antar kelompok atau antar pelajar sudah sering
terjadi terutama di kota-kota besar, pengguna narkoba dan minuman keras semakin
marak dan yang tak kalah hebat yitu sex bebes atau bahasa kerennya disebut
free-sex.
Untuk
mengetahui latar belakang perilaku menyimpang perlu membedakan adanya perilaku
menyimpang yang tidak disengaja dan yang disengaja, diantaranya karena si
pelaku kurang memahami aturan-aturan yang ada. Sedangkan perilaku yang
menyimpang yang disengaja, bukan karena si pelaku tidak mengetahui aturan dan
bahaya yang akan mereka tanggung di masa depan dan yang paling penting adalah
kita akan diminta pertanggung jawaban atas semua amal perbuatan
kita di akhirat nanti. Hal yang relevan untuk memahami bentuk perilaku
tersebut, adalah mengapa seseorang melakukan penyimpangan, sedangkan ia tahu
apa yang dilakukan melanggar aturan. Becker (dalam Soerjono Soekanto,1988,26),
mengatakan ”tidak ada alasan untuk mengasumsikan hanya mereka yang menyimpang
mempunyai dorongan untuk berbuat demikian. Hal ini disebabkan karena pada
dasarnya setiap manusia pasti mengalami dorongan untuk melanggar pada situasi
tertentu, tetapi mengapa pada kebanyakan orang tidak menjadi kenyataan yang
berwujud penyimpangan, sebab orang dianggap normal biasanya dapat menahan diri
dari dorongan-dorongan untuk menyimpang”.
Masalah
sosial perilaku menyimpang dalam tulisan tentang kenakalan remaja bisa melalui
pendekatan individual dan pendekatan sistem. Dalam pendekatan individual
melalui pandangan sosialisasi. Berdasarkan pandangan sosialisasi, perilaku akan
diidentifikasi sebagai masalah sosial apabila ia tidak berhasil dalam melewati
belajar sosial (sosialisasi). Kauffman (1989 : 6) , menjelaskan bahwa perilaku
menyimpang juga dapat dilihat sebagai perwujudan dari konteks sosial. ”Perilaku
disorder tidak dapat dilihat secara sederhana sebagai tindakan yang tidak
layak, melainkan lebih dari itu harus dilihat sebagai hasil interaksi dari
transaksi yang tidak benar antara seseorang dengan lingkungan sosialnya.
Ketidak berhasilan belajar sosial atau kesalahan dalam berinteraksi dari
transaksi sosial tersebut dapat termanifestasikan dalam beberapa hal”.
Proses
sosialisasi terjadi dalam kehidupan sehari-hari melalui interaksi sosial dengan
menggunakan media atau lingkungan sosial tertentu. Oleh sebab itu, kondisi
kehidupan lingkungan tersebut akan sangat mewarnai dan mempengaruhi input dan
pengetahuan yang diserap. Salah satu variasi dari teori yang menjelaskan
kriminalitas di daerah perkotaan, bahwa beberapa tempat di kota mempunyai sifat
yang kondusif bagi tindakan kriminal oleh karena lokasi tersebut mempunyai
karakteristik tertentu, misalnya (Eitzen, 1986 : 400), mengatakan tingkat
kriminalitas yang tinggi dalam masyarakat kota pada umumnya berada pada bagian
wilayah kota yang miskin, dampak kondisi perumahan di bawah standar,derajat
kesehatan rendah dari kondisi serta komposisi penduduk yang tidak stabil.
Sutherland dalam Eitzen beranggapan bahwa seorang belajar untuk menjadi
kriminal melalui interaksi. Apabila lingkungan interaksi cenderung devian, maka
seseorang akan mempunyai kemungkinan besar untuk belajar tentang teknik dan
nilai-nilai devian yang pada gilirannya akan memungkinkan untuk menimbulkan
tindakan kriminal.
Mengenai pendekatan sistem,
yaitu perilaku individu sebagai masalah sosial yang bersumber dari sistem
sosial terutama dalam pandangan disorganisasi sosial sebagai sumber masalah.
Dikatakan oleh Eitzen (1986:10) bahwa seorang dapat menjadi buruk/jelek oleh
karena hidup dalam lingkungan masyarakat yang buruk. Karena secara sadar atau
tidak sadar individu itu akan belajar sedikit demi sedikit nilai negative pada
lingkungannya. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada umumnya pada masyarakat yang
mengalami gejala penurunan nilai norma norma sosial menjadi kehilangan kekuatan
mengikat. Dengan demikian kontrol sosial menjadi lemah, sehingga memungkinkan
terjadinya berbagai bentuk penyimpangan perilaku. Di dalam masyarakat yang
terjadi penurunan nilai norma sosial seringkali yang terjadi bukan sekedar
ketidak pastian dan surutnya kekuatan mengikat norma sosial, tetapi lebih dari
itu, perilaku menyimpang karena tidak memperoleh sanksi sosial kemudian
dianggap sebagai yang biasa dan wajar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar