Senin, 11 Desember 2017

KENAKALAN REMAJA SEBAGAI PRILAKU PENYIMPANGAN SOSIAL

“Remaja”, kata itu megandung aneka kesan. Ada orang berkata bahwa remaja merupakan kelompok yang biasa saja, tiada beda dengan kelompok manusia yang lain. Sementara pihak lain mengangap bahwa remaja adalah kelompok yang sering menyusahkan para orang tua. Pada pihak lainnya lagi, menganggap bahwa remaja adalah pontensi yang perlu di manfaatkan untuk keberlangsungan hidup yag lebih baik di masa depan. Tetapi ketika remaja itu sendiri diminta kesannya, maka mereka akan menyatakan yang lain. Mungkin mereka berbicara tentang ketakacuhan, atau ketidak pedulian orang orang dewasa terhadap kelompok mereka. Atau mungkin ada pula ada remaja yang berpendapat bahwa kelompoknya adalah kelompok kecil yang mempunyai warna tersendiri, yang memiliki dunia tersendiri yang tidak akan bisa dipahami oleh para orang tua (orang dewasa).
Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang.  Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan norma social yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat dianggap sebagai sumber masalah karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial. Penggunaan konsep perilaku menyimpang secara tidak langsung mengandung makna bahwa ada jalur yang harus ditempuh oleh setiap individu agar individu itu tetap berada di dalam jalur itu. Perilaku yang tidak melalui  jalur tersebut berarti telah menyimpang. Ada banyak perilaku menyimpang yang di lakukan oleh para remaja, seperti tawuran antar kelompok atau antar pelajar sudah sering terjadi terutama di kota-kota besar, pengguna narkoba dan minuman keras semakin marak dan yang tak kalah hebat yitu sex bebes atau bahasa kerennya disebut  free-sex.
Untuk mengetahui latar belakang perilaku menyimpang perlu membedakan adanya perilaku menyimpang yang tidak disengaja dan yang disengaja, diantaranya karena si pelaku kurang memahami aturan-aturan yang ada. Sedangkan perilaku yang menyimpang yang disengaja, bukan karena si pelaku tidak mengetahui aturan dan bahaya yang akan mereka tanggung di masa depan dan yang paling penting adalah kita akan diminta pertanggung jawaban   atas semua amal perbuatan kita di akhirat nanti. Hal yang relevan untuk memahami bentuk perilaku tersebut, adalah mengapa seseorang melakukan penyimpangan, sedangkan ia tahu apa yang dilakukan melanggar aturan. Becker (dalam Soerjono Soekanto,1988,26), mengatakan ”tidak ada alasan untuk mengasumsikan hanya mereka yang menyimpang mempunyai dorongan untuk berbuat demikian. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya setiap manusia pasti mengalami dorongan untuk melanggar pada situasi tertentu, tetapi mengapa pada kebanyakan orang tidak menjadi kenyataan yang berwujud penyimpangan, sebab orang dianggap normal biasanya dapat menahan diri dari dorongan-dorongan untuk menyimpang”.
Masalah sosial perilaku menyimpang dalam tulisan tentang kenakalan remaja bisa melalui pendekatan individual dan pendekatan sistem. Dalam pendekatan individual melalui pandangan sosialisasi. Berdasarkan pandangan sosialisasi, perilaku akan diidentifikasi sebagai masalah sosial apabila ia tidak berhasil dalam melewati belajar sosial (sosialisasi). Kauffman (1989 : 6) , menjelaskan bahwa perilaku menyimpang juga dapat dilihat sebagai perwujudan dari konteks sosial. ”Perilaku disorder tidak dapat dilihat secara sederhana sebagai tindakan yang tidak layak, melainkan lebih dari itu harus dilihat sebagai hasil interaksi dari transaksi yang tidak benar antara seseorang dengan lingkungan sosialnya. Ketidak berhasilan belajar sosial atau kesalahan dalam berinteraksi dari transaksi sosial tersebut dapat termanifestasikan dalam beberapa hal”.
Proses sosialisasi terjadi dalam kehidupan sehari-hari melalui interaksi sosial dengan menggunakan media atau lingkungan sosial tertentu. Oleh sebab itu, kondisi kehidupan lingkungan tersebut akan sangat mewarnai dan mempengaruhi input dan pengetahuan yang diserap. Salah satu variasi dari teori yang menjelaskan kriminalitas di daerah perkotaan, bahwa beberapa tempat di kota mempunyai sifat yang kondusif bagi tindakan kriminal oleh karena lokasi tersebut mempunyai karakteristik tertentu, misalnya (Eitzen, 1986 : 400), mengatakan tingkat kriminalitas yang tinggi dalam masyarakat kota pada umumnya berada pada bagian wilayah kota yang miskin, dampak kondisi perumahan di bawah standar,derajat kesehatan rendah dari kondisi serta komposisi penduduk yang tidak stabil. Sutherland dalam Eitzen beranggapan bahwa seorang belajar untuk menjadi kriminal melalui interaksi. Apabila lingkungan interaksi cenderung devian, maka seseorang akan mempunyai kemungkinan besar untuk belajar tentang teknik dan nilai-nilai devian yang pada gilirannya akan memungkinkan untuk menimbulkan tindakan kriminal.
Mengenai pendekatan sistem, yaitu perilaku individu sebagai masalah sosial yang bersumber dari sistem sosial terutama dalam pandangan disorganisasi sosial sebagai sumber masalah. Dikatakan oleh Eitzen (1986:10) bahwa seorang dapat menjadi buruk/jelek oleh karena hidup dalam lingkungan masyarakat yang buruk. Karena secara sadar atau tidak sadar individu itu akan belajar sedikit demi sedikit nilai negative pada lingkungannya. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada umumnya pada masyarakat yang mengalami gejala penurunan nilai norma norma sosial menjadi kehilangan kekuatan mengikat. Dengan demikian kontrol sosial menjadi lemah, sehingga memungkinkan terjadinya berbagai bentuk penyimpangan perilaku. Di dalam masyarakat yang terjadi penurunan nilai norma sosial seringkali yang terjadi bukan sekedar ketidak pastian dan surutnya kekuatan mengikat norma sosial, tetapi lebih dari itu, perilaku menyimpang karena tidak memperoleh sanksi sosial kemudian dianggap sebagai yang biasa dan wajar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar