TEORI KLASIK
TENTANG MODERNITAS
Menurut Marx, modernitas ditentukan oleh ekonomi
kapitalis. Ia mengakui kemajuan yang ditimbulkan oleh transisi dari masyarakat
sebelumnya ke masyarakat kapitalisme. Namun dalam karya-karyanya, sebgaian
besar perhatiannya ditujukan untuk mengkritik system ekonomi kapitalis dan
kecacatannya (alienasi, eksploitasi, dsb)
Menurut Weber, masalah kehidupan modern yang paling
menentukan adalah perkembangan rasionalitas formal dengan mengorbankan tipe
rasionalitas lain dan mengakibatkan munculnya kerangkeng besi rasionalitas.
Manusia semakin terpenjara dalam kerangkeng besi ini dan akibatnya semakin tak
mampu mengungkapkan beberapa cirri kemanusiaan mereka yang paling mendasar.
Menurut Durkheim, modernitas ditentukan oleh
solidaritas organik dan pelemahan kesadaran kolektif. Meski solidaritas organic
menghasilkan kebebasan yang lebih besar dan produktifitas yang lebih tinggi
namun juga menghadapi serangkaian masalah unik.
Pemikiran Simmel, dibahas agak lebih rinci disini
karena akhir-akhir ini ia tela dilukiskan baik sebagai modernis (Frisby, 1992)
maupun sebagai seorang postmodernis (weinstein dan Weinstein, 1993; jaworsky,
1997). Awalnya Frisby menerima pendapat yang memandang “simmel adalah sosiolog
modernitas pertama” (1992:59). Simmel dipandang meneliti modernitas terutama di
dua sisi utama yang saling berhubungan-kota dan ekonomi uang. Kota adalah
tempat modernitas dipusatkan atau di intensifkan. Sedangkan ekonomi uang
menyebabkan penyebaran modernitas dan perluasannya (Frisby, 1992:69).
Poggi (1993) mengambil tema modernitas yang berkaitan
dengan uang, khususnya dalam philosophy
of money karya simmel. Poggi melihat 3 pandangan tentang modernitas yang
dinyatakan dalam karya simmel itu. Pertama, adalah bahwa modernisasi memberikan
keuntungan bagi umat manusia, terutama fakta bahwa yang belum terungkapkan ,
tersembunyi, dan yang tertekan dalam masyarakat pramodern. Kedua, simmel
menguraikan besarnya pengaruh uang terhadap masyarakat modern. Ketiga, simmel
memusatkan perhatian pada upaya menjelaskan akibat merugikan dari uang terhadap
modernitas, terutama alienasi.
MODERNITAS JUGGERNAUT
Modernitas dalam bentuk panser
raksasa ini sanngat dinamis. Kehidupan modern adalah sebuah “dunia yang tak
terkendali” dengan langkah, cakupan, dan kedalaman perubahannya yang jauh lebih
besar disbanding dengan system sebelumnya (Giddens, 1991:16). Jadi, Gidddens
menjelaskan kepada kita bahwa ia tidak menyajikan kita sebuah teori umum gaya
lama atau sekurang-kurangnya tak menyodorkan sebuah cerita umum sederhana
berarah tunggal.
Citra panser raksasa rupanya
dimaksudkan untuk menerangkan bahwa mekanisme modern jauh lebih besar
kekuasaanya ketimbang agen yang mengemudikannya (Mestrovic, 1998:155). Masalah
ini sesuai dg kritik yang lebih umum yang menyatakan bahwa tak ada kaitan
antara penekanan peran keagenan dlm pemikiran teoritis murni Giddens dan
analisis historis subtantif yang “menunjukkan dominannya system dalam
memengaruhi kemampuan kita untuk mengubah kehidupan (Craib, 1992:149).
MODERNITAS
DAN KONSEKUENSINYA
Gidden mendefinisikan modernitas dilihat dari sudut
empat institusi mendasar. Pertama adalah kapitalisme yang ditandai oleh produksi komoditi, pemilikan pribadi
atas modal, tenaga kerja tanpa property, dan system kelas yang berasal dari
ciri-ciri tersebut. Kedua adalah industrialisme
yang melibatkan pengunaan sumber daya alam dan mesin untuk memproduksi barang. Meski
dua cirri modernitas pertama ini hamper tak merupakan sesuatu yang baru tapi
ciri ketiga kemampuan mengawasi
(surveillance capacities) tampaknya berasal dari pemikiran Michel Foucault.
Seperti didefinisikan Giddens, “kemampuan mengawasi mengacu pada pengawasan
atas aktifitas warga Negara individual (terutama, tetapi bukan semata-mata)
dalam bidang politik “(1990:58). Dimensi institusional yang keempat dari
modernitas adalah kekuatan militer atau pengendalian atas alat-alat kekerasan,
termasuk industialisasi peralatan perang.
Modernitas memperoleh dinamisme
melalui 3 aspek penting teori strukturasi Giddens: pertama pemisahan waktu dan
ruang atau distanciation (meski proses yang makin memisah ini tidak unilinier,
tetapi bersifat dialetik). Dalam masyarakat pramodern, waktu selalu dikaitkan
dengan uang dan pengukuran waktu biasanya tidak tepat. Dengan datngnya
modernitas, uang makin lama makin dilepaskan dari tempat. Berhubungan dnegan
orang yang berjauhan jarak fisik makin lama makin besar peluangnya. Menurut
Giddens, tempat semakin menjadi “phantasmagorik” artinya “tempat terjadi
peristiwa sepenuhnya ditembus dan ditentukan oleh pengaruh sosial yang jauh
jaraknya dari tempat terjadinya peristiwa itu”(Giddens, 1990:19).
Seperti didefinisikan Giddens,
keterlepasan menyebabkan hubungan sosial menjadi “terangkat” dari konteks lokal
interaksi ketingkat yang melintasi ruang dan waktu yang tak terbatas. Ada dua
tipe mekanisme keterlepasan yang penting perannya dalam masyarakar modern;
kedua dapat disebut system abstrak. Pertama adalah tanda simbolik, yang paling
terkenal adalah uang. Uang memungkinkan pemisahan ruang-waktu. Denga uang kita mampu terlibat dalam transaksi
dengan orang lain yang jauh dipisahkan dari kita oleh waktu dan atau ruang.
Kedua adalah system keahlian yakni “system kecakapan teknis atau keahlian
professional yang mengorganisir bidang material dan lingkungan sosial dimana
kita hidup kini.
Upaya Giddens, untuk menemukan
kompromi posisi politik tampak dalam judul salh satu bukunya beyond left and
Right: the futre of radical politics. Giddens mengusulkan suatu rekonstitusi
“politik radikal” yang didasarkan pada realisme utopian dan diorientasikan
kearah penanganan problem kemiskinan, degradasi lingkungan, kekuasaan dan
kekuatan arbiter, dan kekerasan didalam kehidupan sosial.
Menurut pandangan Giddens, kehidupan
postmodern itu akan ditandai oleh teratasinya kelangkaan system, makin
meningkatnya demokratisasi, demiliterisasi dan memanusiakan teknologi. Namun,
jelas tak ada jaminan bahwa dunia akan berubah menuju arah yang menandai
kehidupan postmodern itu; menuju kesebagian ciri-ciri postmodern itu saja pun
tidak apalagi seluruhnya. Namun secara reflektif, Giddens percaya bahwa dalam
menulis tentang kemungkinan-kemungkinan semacam itu, dia (dan lainnya) dapat
memainkan suatu peran dalam membantu merak melewatinya
MODERNITAS
DAN IDENTITAS
Giddens mendefinisikan dunia modern sebagai dunia
refleksif dan ia menyatakan, “reflektifitas modrn meluas hingga ke inti
diri...kedirian menjadi sebuah proyek refleksif”. Artinya, diri menjadi sesuatu
yang di refleksikan, diubah, dan dibentuk. Tak hanya individu bertanggung jawab
untuk menciptakan dan memelihara kedirian, tetapi tanggung jawab inipun
berlanjut dan mencakup semuanya. Diri adalah produk dari eksplorasi dan produk
dari perkembangan hubungan sosial yang initim. Dalam kehidupan modern bahkan tubuh
“tertarik ke dalam organisasi refleksif kehidupan sosial”
Dunia modern menimbulkan
“keterasingan pengalaman” atau “proses yang berkaitan dg penyembunyian yang
memisahkan rutinitas kehidupan sehari-hari dari fenomena sebagai berikut:
kegilaan, kriminalitas, penyakit dan kematian, dan seksualitas”
MODERNITAS
DAN INTIMASI
Giddens mengangkat berbagai tema ini
dalam the transformation of intimacy. Dalam buku ini, ia memusatkan
perhatian pada transformasi keintiman
terus menerus yang menunjukkan gerakan menuju konsep penting lain dalam
pemikirannya mengenai dunia modern, yakni konsep hubungan murni atau “situasi
dimana hubungan sosial berlangsung demi kepentingan hubungan sosial itu
sendiri, demi sesuatu yang bakal di dapatkan oleh setiap orang dari meneruskan
hubungan dengan orang lain dan hubungan itu hanya akan dilanjutkan sejauh
perkiraan oleh kedua belah pihak dapat memberikan kepuasan yang cukup bagi
setiap orang yang berhubungan tersebut.
MASYARAKAT
BERISIKO
Menurut Beck, kita masih terus
berada dalam kehidupan modern, walaupun dalam bentuk modernitas baru. Tahap
“klasik” modernitas sebelumnya berkaitan dengan masyarakat industry sedangkan
kemunculan modernitas baru berkaitan dengan masyarakat berisiko. Meski kita
belum lagi hidup di dalam masyarakat berisiko itu, kita tak lagi hidup dalam
masyarakat industry semata, artinya kehidupan masyarakat masa kini mempunyai
unsur-unsur keduanya. Masyarakat berisiko sebenarnya dpat dilihat sebagai
sejenis masyarakat industry kerena kebanyakan risikonya itu berasal dari
industry.
Beck menamakan masyarakat baru, atau
yang baru muncul ini modernitas refleksif. Sebuah proses individualisasi yang
kini terjadi di barat. Yakni agen-agen semakin bebas dari paksaan structural
dan karenanya semakin mampu menciptakan secara refleksif diri mereka sendiri
dan masyrakat diman mereka hidup.
Beck melihat terhentinya modrnitas
dan transisi dari masyarakat industry klasik ke masyarakat berisiko yang meski
berbeda dari pendahulunya namun masih terus mempunyai berbagau cir masyarakat
industry. Masalah sentaral dalam modernitas klasik adalah kekayaan dan
bagaimana cara mendistribusikannya dengan lebih merata.
MENCIPTAKAN
RISIKO
Risiko sebagian besar diciptakan
oleh sumber kekayaan dalam masyrakat modern. Secara spesifik, industry dan
pengaruh sampingannya menimbulkan sejumlah besar akibat yang berbahaya, bahkan
mematikan, bagi masyarakat sebagai akibat globalisasi dunia secara keseluruhan.
Dengan menggunakan konsep ruang dan waktu, beck berpendapat bahwa risiko
modernitas ini tak hanya terbatas pada satu tempat saja (kecelakaan nuklir di
lokasi geografis tertentu dapat membahayakan bangsa lain) atau tak terbatas
dalam waktu (kecelakaan nuklir dapat membahayakan genetic yang mingkin
memengaruhi generasi yang akan datang
MENGATASI
RISIKO
Walaupun modernisasi terlalu
menghasilkan risiko, ia juga menghasilkan reflektivitas yang memungkinkannya
untuk mempertanyakan dirinya sendiri dan risiko yang dihasilkan. Pada
kenyataannya, sering kali rakyat itu sendiri, yakni korban dari risiko itu,
yang mulai merefleksikan risiko modernisasi itu. Mereka mulai mengamati dan
mengumpulkan data tentang risiko dan akibatnya bagi rakyat. Merekalah menjadi
ahli yang mempertanyakan modernitas terdahulu dan bahayanya. Mereka melakukan
ini sebagian karena mereka tak lagi percaya kepda ilmuwan dalam meneliti
ancaman bahaya modernisasi itu.
Bidang politik tradisional,
pemerintahan, kehilangan kekuasaan karena risiko utama berasal dari apa yang
disebut Beck “subpolitik”, seperti misalnya perusahaan besar, laboratorium
ilmiah, dan sebaginya. Di dalam system sub politik inilah “struktur masyarakat
baru akan diimplementasikan sehubungan dengan tujuan akhir kemajuan ilmu
pengetahuan, di luar system parlemen, tidak beroposisi terhadap parlemen tetapi
dengan mengabaikannya”.
McDONALDISASI
DAN ALAT KONSUMSI BARU
McDONALDISASI
Sumber teoritis untuk The
Mcdonaldization of Society adalah karya Weber tentang rasionalitas. Di dalam
karya The Mcdonaldization ini sasaran perhatan semata-mata hanya tertuju pada
rasionalitas formal dan pada fakta bahwa restoran cepat saji mencerminkan
paradigma masa kini dari rasionalitas formal. Dengan demikian, orang dapat
menyatakan bahwa system rasional formal di masa hidup Weber adalah sebuah
birokrasi, sedangkan restoran cepat-saji kini mencerminkan paradigma yang lebih
baik daripada jenis rasionalitas formal kini. Birokrasi, dalam hal ini restoran
cepat saji, merupakan contoh lebih baik dari tipe rasionalitas formal ini.
Secara tak langsung menyatakan bahwa rasionalitas formal masih tetap meupakan
komponen kunci kehidupan modern.
Setiap dimensi Mcdonaldisasi dapat
mengunkaan kartu kredit seluruh prose untuk mendapat pinjaman telah dibuat
menjadi semakin efisien. Akhirnya, bisnis kartu kredit yang sangat rasional itu
menimbulkan sederetan ketakrasionalan, termasuk dihumanisasi yang berkaitan
dengan teknologi non manusia dan pegawai bank menyerupai robot yang terlbat
dalam interkasi dengan nasabahnya hanya melalui tulisan di komputernya. Jadi
kartu kredit seperti restoran cepat saji, dapat dipandang sebagai bagian dari
me-Mcdonald-kan hidup kita, merasionalkan secara formal masyarakat modern.
ALAT ALAT
KONSUMSI BARU
Ritzer, belakangan ini telah
membahas munculnya “alat konsumsi yang baru” di Amerika Serikat sepanjang lebih
dari setengah abad sejak lhair perang dunia II. Mcdonald (dalam industry fast
food pada umunya) adalah salah satu alat konsumsi yang baru selain alat yang
lainyya seperti mall, hiburan, taman bertemakan ala Disney, dsb.
Konsep arti baru konsumsi diturunkan
dari karya Karl Max. akan tetapi, seperti teori modern lainya marx tetutama
memfokuskan pada produksi, yaitu mempunyai bias produksi. Marx banyak membahas
konsumsi khususnya dalam karya nya tentang komoditas. Yang kurang diketahui
adalah Marx ( mengikuti Adam Smith) mengunakan konsep “ alat alat kondumsi”
yang menjadikan pusat perhatian buku Ritzer. Marx mendefiniskan alat alat
produksi sebagai komoditas yang memiliki bentuk dimanaa komoditas itu memasuki
komsumsi produktif. Alat alat konsumsi didefinisikan sebagai komoditas yang
memiliki suatu bentuk dimana komoditas itu memasuki konsumsi individual dari
kelas kapitalis dan pekerja.
Semua alat konsumsi baru itu adalah modern dalam
pengertian alat alat itu sebgaian besar adalah inovasi yang baru dan berkembang
pada abad akhir 20. Alat konsumsi baru adalah bersifat mdern dalam
pengertiannya yang lebih penting, yakni alat alat itu sangat rasional atau
terMcdonaldisasikan. Jadi kita dapat melihat alat alat onsumsi baru sebagi
sangat rasional dan karena itu merupakan fenomena modern.
MODERNITAS
DAN HOLOCAUST
Sementara menurut ritzer paradigma
modern rasionalitas formal adalah restoran cepat saji, menurut bauman paradigma
modern adalah holocaust, penghancuran sistematis orang yahudi oleh nazi.
Seperti dikatakan Bauman, “ karena direncanakan dengan kompleks dan
dilaksanakan dengan maksud tertentu, maka holocaust itu dapat dipandang sebagai
paradigma modern rasionalitas birokrasi.
PRODUK
MODERNITAS
Alih-alih
memandnag Holocaust itu sebagai kejadian abnormal sebagimana banyak orang yang
memandangnya demikian. Jadi menurut Bauman, Holocaust adalah produk modernitas
dan bukan akibat kerusakan modernitas seperti pandangan kebanyakan orang.
PERAN
BIROKRASI
Birokrasi Jerman lebih dari sekedar melaksanakan
Holocaust. Tugas menyingkirkan yahudi seperti hitler dilakukan oleh birokrasi
jerman, dank arena mereka harus memecahkan serangkaian masalah dari hari
kehari, pemusnahan muncul sebagai cara terbaik untuk menyelesaikan tugas yang
diterapkan oleh hitler dan antek-anteknya itu. Holocaust ini menggunakan
teknologi manusia seperti kekuasaan dan peraturan tentang kamp-konsentrasi, dan
pelaksanaan garis-perakitan dari tanur, untuk mengontrol para tahanan dan
penjaga.
MODERNITAS:
PROYEK YANG BELUM SELESAI
Hebermas melihat modernitas sebgai proyek yang belum
selesai dalam arti masih banyak yang harus dikerjakan dalam kehidupan modern
sebelum kita mulai berpikir mengenai kemungkinan kehidupan postmodern. Hebernas
menganggap modernitas berbeda dengan dirinya sendiri. Maksudnya adalah bahwa
rasionalitas (sebagian besar rasionalitas formal) yang mencirikan system sosial
berbeda dan bertentangan dengan rasionalitas yang menandai kehidupan
sehari-hari. Salah satu masalah yang dibahas Hebermas adalah makin bertambahnya
maslah yang dihadapi oleh Negara kesejahteraan sosial yang birokratis dan
modern.
HEBERMAS
VERSUS POST-MODERNIS
Holub telah menyajikan rangkuman kritik terpenting
Habermas terhadap pemikir post-modernisme. Pertama, pemikir post-modernisme itu
kurang tegas mengenai apakah mereka menciptakan teori yang serius atau
kesusastraan. Kedua, Habermas merasa bahwa pemikir post-modern dijiwai oleh
sentiment normative, namun sentiment mereka itu, disembunyikan dari pembaca.
Ketiga, hebermas menuduh post-modernisme sebagai persepektif yang gagal “membedakan
fenomena dan praktik yang terjadi dalam masyarakat modern”. Keempat, pemikir
post modern, dituduh mengabaikan praktik kehidupan dunia, yang justru menjadi
sasaran perhatian mutlak hebermas.
INFORMASIONALISME
DAN MASYARAKAT JARINGAN
Castells memerikasa kemunculan
masyarakat, kultur, dan ekonomi yang baru dari sudut pandang revolusi teknologi
informasi yang dimulai di Amerika pada 1970-an. Revolusi ini pada gilirannya
mengakibatkan restrukturasi fundamental terhadap system kapitalis yang dimulai
pada 1980an dan memunculkan apa yang oleh castells disebut dengan “kapitalisme
informasional”. Yang juga muncul adalah “masyarakat informasional” (meskipun
ada perbedaan cultural dan institusional penting diantara masyarakat).
Castells juga mendiskusikan kemunculan
(yang menemani perkembangan multimedia yang merupakan perpaduan dari media
massa dan computer) dari kultur virtualitas riil “sebuah system dimana realitas
itu sendiri (yakni eksistansi simbolik/material seseorang) seluruhnya
ditangkap, dibenamkan kedalam setting imaji virtual, di dunia khayalan, dimana
kemunculannya bukan hanya pada layar yang melaluinya pengalaman
dikomunikasikan, tetapi juga kemunculan itu menjadi pengalaman.
Bagaimana dengan Negara? menurut
Castells, Negara semakin tak berdaya di era globalilasi ekonomi ini dan semakin
tergantung kepada pasar kapital global. Jadi, misalnya negara-negara menjadi
tak mampu untuk melindungi program kesejahteraan mereka karena ada
ketidakseimbangan di dunia yang akan membuat kapital condong ke negara negara
yang biaya kesejahteraan yang rendah.
Berdasarkan orientasi kritisnya,
khususnya kepada kapitalisme informasional dan ancamannya terhadap diri,
identitas, kesejahteraan dan eksklusinya terhadap sebagian besar belahan dunia,
Castells menyimpulakn bahwa ketika kapitalisme informasonal dan ancamannya
terwujud, maka “ ekonomi kita, masyarakat kita, dan budaya kita…akan membatasi
kreatifitas kolektif, mengambil alih hasil teknologi informasi, dan membelokan energi
kita kearah penghancuran diri sendiri”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar